Tinggalkan komentar

lembaga-lembaga negara sebelum dan sesudah amandemen

tugas I HTLN

Tinggalkan komentar

pengertian, sumber hukum, dan sejarah hukum acara perdata

pengertian, sumber hukum, dan sejarah hukum acara perdata

Tinggalkan komentar

hukum formil dan materil, kekuasaan kehakiman, peradilan, surat kuasa

1. HUKUM FORMIL DAN HUKUM MATERIL
a. Pengertian
1. Hukum Materiil, yaitu hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan yang berwujud perintah dan larangan.
2. Hukum Formil, yaitu hukum yang mengatur cara-cara mempertahankan dan melaksanakan hukum materiil. dengan kata lain, hukum yang memuat peraturan yang mengenai caracara mengajukan suatu perkara ke muka pengadilan dan tata carahakim memberi putusan.
b. Contoh
Contoh hukum materiil adalah Hukum Pidana, Hukum Perdata. Yang dimaksudkan adalah Hukum Pidana Materiil dan Hukum Perdata Materiil. Dan contohny hukum formil adalah Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata.
2. KEKUASAAN KEHAKIMAN
a. Pengertian Kekuasaan Kehakiman
kekuasaan kehakiman dalam konteks negara indonesia, adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila, demi terselenggaranya negara hukum republik indonesia.
b. Dasar Hukum
undang undang no.48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman.
c. Tugas Kekuasaan Kehakiman
Pengadilan Tinggi sebagai kawal depan (Voorj post) Mahkamah Agung, bertugas dan berwenang menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara yang masuk di tingkat banding dan Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang menerima, memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara yang masuk di tingkat pertama.
Adapun tugas pokok dan fungsi sesuai dengan struktur organisasi di atas adalah sebagai berikut :
1. Ketua dan Wakil Ketua (Pimpinan Pengadilan Tinggi):
• Ketua mengatur pembagian tugas para Hakim, membagikan berkas perkara dan surat-surat lain yang berhubungan dengan perkara yang diajukan kepada Majelis Hakim untuk diselesaikan.
• mengadakan pengawasan dan pelaksanaan tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera/Sekretaris, pejabat Struktural lainnya dan fungsional, serta perangkat administrasi peradilan di daerah hukumnya.
• Menjaga agar penyelenggaraan peradilan terselenggara dengan wajar dan seksama.
2. Majelis Hakim:
• melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman di daerah hukumnya.
3. Panitera/Sekretaris;
• Panitera bertugas menyelenggarakan administrasi perkara, dan mengatur tugas Wakil Panitera, para Panitera Muda, Panitera pengganti, serta seluruh pelaksana di bagian teknis Pengadilan Tinggi.
• Panitera, Wakil panitera, Panitera Muda dan Panitera pengganti bertugas membantu Hakim dengan mengikuti dan mencatat jalannya persidangan.
• Panitera membuat daftar perkara perkara perdata dan pidana yang diterima di kepaniteraan.
• Panitera membuat salinan putusan menurut ketentuan undang-undang yang berlaku
• Panitera bertanggung jawab atas pengurusan berkas perkara, putusan, dokumen, akta, buku daftar, biaya perkara, uang titipan pihak ketiga, surat-surat berharga, barang bukti, dan surat-surat lainnya yang disimpan di kepaniteraan.
• Sekretaris bertugas menyelenggarakan administrasi umum, mengatur tugas Wakil Sekretaris, para Kepala Sub Bagian, Pejabat administrasi umum, serta seluruh pelaksana di bagian kesekretariatan Pengadilan Tinggi.
• Sekretaris selaku Pengguna Anggaran (Kuasa pengguna Anggaran) bertanggung jawab atas penggunaan anggaran.
• Sekretaris selaku Pengguna barang (Kuasa Pengguna Barang) bertanggung jawab atas keberadaan dan pemanfaatan barang milik negara (BMN).
4. Wakil Panitera membantu Panitera dalam melaksanakan tugas di bidang kepaniteraan dan mengkoordinir tugas-tugas Panitera Pengganti, Panitera Muda Pidana, Perdata dan Hukum.
5. Wakil Sekretaris membantu Sekretaris dalam melaksanakan tugas di bidang administrasi umum/kesekretariatan dan mengkoordinir tugas-tugas Kepala Sub Bagian Umum, Kepegawaian dan Keuangan.
d. Fungsi Kekuasaan Kehakiman
Di dalam pasal 38 ayat (2) UU No.48 tahun 2009 disebutkan bahwa fungsi yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman meliputi :
a) penyelidikan dan penyidikan;
Penyelidikan merupakan serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pelanggaran hukum guna menentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan. Sedangkan Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tidaknya pelanggaran hukum yang terjadi dan siapa tersangkanya.
b) penuntutan;
Penununtutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkanperkara ke pengadilan yang berwenang dalam hal dan menurut cara yangditentukan undang undang dengan permintaan supaya diperiksa dandiputus oleh hakim di sidang pengadilan
c) pelaksanaan putusan;
d) pemberian jasa hukum; dan
e) penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

e. Macam-Macam Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia
berdasarkan uu no. 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman pasal 25 (1) menyebutkan bahwa : “badan peradilan yang berada di bawah mahkamah agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara”.
mahkamah agung . mahkamah konstitusi
1. peradilan umum
pengadilan negeri • pengadilan tinggi
2. peradilan agama
pengadilan agama • pengadilan tinggi agama
3. peradilan militer
pengadilan militer • pengadilan tinggi militer • pengadilan utama militer
4. peradilan pajak
pengadilan pajak
5. peradilan tata usaha negara
pengadilan tata usaha negara • pengadilan tinggi tata usaha negara

3. LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA
Sistem Peradilan Nasional adalah suatu keseluruhan komponen peradilan nasional, pihak- pihak dalam proses peradilan, hirarki kelembagaan peradilan maupun aspek- aspek yang bersifat prosedural yang saling berkait sedemikian rupa, sehingga terwujud suatu keadilan hukum.
A. Dasar Hukum
 Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
Sebelum amandemen, lembaga peradilan di Indonesia hanya berpusat pada satu, yaitu Mahkamah Agung (pasal 24). Selain itu, tidak diatur mengenai independensi lembaga peradilan. Setelah amandemen, lembaga peradilan Indonesia dijalankan oleh dua lembaga, yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi (pasal 24, 24A, 24B, 24C). selain itu ditegaskan bahwa lembaga peradilan memiliki independensi (kebebasan kekuasaan kehakiman atau “the independence of the judiciary”)[5].
 Undang – Undang Kekuasaan Kehakiman (UU No. 48/2009)
 Undang – Undang Mahkamah Agung (UU No. 14/1985 jo UU No. 5/2004 jo UU No. 3/2009)
 Undang – Undang Mahkamah Konstitusi (UU No. 24/2003)
 Undang – Undang Peradilan Umum (UU No. 2/1986 jo UU No. 8/2004 jo UU No. 49/2009)
 Undang – Undang Peradilan Agama (UU No. 7/1989 jo UU No. 3/2006 jo UU No. 50/2009)
 Undang – Undang Peradilan Tata Usaha Negara (UU No. 5/1986 jo UU No. 9/2004)
 Undang – Undang Peradilan Militer (UU No. 31/1997)

B. Fungsi Dan Peranan Lembaga Peradilan Di Indonesia
1) Sebagai katup penekan (pressure valve) atas segala pelanggaran hukum, ketertiban masyarakat, dan pelanggaran ketertiban umum.
2) Peradilan masih tetap diharapkan berperan sebagai the last resort atau tempat terakhir mencari kebenaran dan keadilan sehingga peradilan masih tetap diandalkan sebagai badan yang berfungsi menegakkan kebenaran dan keadilan (to enforce the truth and enforce justice).15
Selain menjamin perlakuan yang adil kepada para pihak, kesempatan untuk didengar, menyelesaikan sengketa dan mejaga ketertiban umum, peradilan juga memiliki kebaikan atau keuntungan dalam membawa nilai-nilai masyarakat yang terkandung dalam hukum untuk menyelesaikan sengketa. Jadi peradilan tidak hanya menyelesaikan sengketa, tetapi juga menjamin suatu bentuk ketertiban umum yang tertuang dalam undang-undang, baik secara eksplisit maupun implisit.
C. Susunan Badan Peradilan/Hierarki Lembaga Peradilan
Badan Peradilan yang Berada di bawah Mahkamah Agung Meliputi badan Peradilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. Selain itu, sesuai dengan amandemen UUD 1945, ada Mahkamah Konstitusi yang juga menjalankan kekuasaan kehakiman bersama – sama dengan Mahkamah Agung.
A. Mahkamah Agung
Mahkamah Agung (disingkat MA) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara.
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MA adalah:
* Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang
* Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi
* Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi
B. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi (disingkat MK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung. Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MK adalah:
o Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar,
o memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945,
o memutus pembubaran partai politik,
o memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum
o Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.

C. Peradilan Umum
Peradilan Umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya.
Peradilan umum meliputi:
1. Pengadilan Negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, dengan daerah hukum meliputi wilayah kabupaten/kota. Pengadilan Negeri (biasa disingkat: PN) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Negeri berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Susunan Pengadilan Negeri terdiri dari Pimpinan (Ketua PN dan Wakil Ketua PN), Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Jurusita. Pengadilan Negeri di masa kolonial Hindia Belanda disebut landraad.
1. Pengadilan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi, dengan daerah hukum meliputi wilayah provinsi. Pengadilan Tinggi merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota Provinsi sebagai Pengadilan Tingkat Banding terhadap perkara-perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri.
Pengadilan Tinggi juga merupakan Pengadilan tingkat pertama dan terakhir mengenai sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya.
Susunan Pengadilan Tinggi dibentuk berdasarkan Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Provinsi. Pengadilan Tinggi terdiri atas Pimpinan (seorang Ketua PT dan seorang Wakil Ketua PT), Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris.
D. Peradilan Agama
Peradilan Agama adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-Undang.
Lingkungan Peradilan Agama meliputi:
o Pengadilan Tinggi Agama merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota Provinsi. Sebagai Pengadilan Tingkat Banding, Pengadilan Tinggi Agama memiliki tugas dan wewenang untuk mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding.
Selain itu, Pengadilan Tinggi Agama juga bertugas dan berwenang untuk mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Agama di daerah hukumnya.
Pengadilan Tinggi Agama dibentuk melalui Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Provinsi. Susunan Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari Pimpinan (Ketua dan Wakil Ketua), Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris.
o Pengadilan Agama (biasa disingkat: PA) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota.
Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Agama memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:
• Perkawinan
• warisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam
• wakaf dan shadaqah
• ekonomi syari’ah
Pengadilan Agama dibentuk melalui Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Kota atau Kabupaten. Susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan (Ketua PA dan Wakil Ketua PA), Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita.
E. Peradilan Militer
Peradilan Militer adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman mengenai kejahatan-kejahatan yang berkaitan dengan tindak pidana militer.
Peradilan Militer meliputi:
1. Pengadilan Militer
Pengadilan Militer merupakan badan pelaksana kekuasaan peradilan di bawah Mahkamah Agung di lingkungan militer yang bertugas untuk memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang terdakwanya adalah prajurit yang berpangkat Kapten ke bawah.
Nama, tempat kedudukan, dan daerah hukum Pengadilan Militer ditetapkan melalui Keputusan Panglima. Apabila perlu, Pengadilan Militer dapat bersidang di luar tempat kedudukannya bahkan di luar daerah hukumnya atas izin Kepala Pengadilan Militer Utama.
1. Pengadilan Militer Tinggi
Pengadilan Militer Tinggi merupakan badan pelaksana kekuasaan peradilan di bawah Mahkamah Agung di lingkungan militer yang bertugas untuk memeriksa dan memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang terdakwanya adalah prajurit yang berpangkat Mayor ke atas.
Selain itu, Pengadilan Militer Tinggi juga memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana yang telah diputus oleh Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding.
Pengadilan Militer Tinggi juga dapat memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya.
1. Pengadilan Militer Utama
Pengadilan Militer Utama merupakan badan pelaksana kekuasaan peradilan di bawah Mahkamah Agung di lingkungan militer yang bertugas untuk memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana dan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata yang telah diputus pada tingkat pertama oleh Pengadilan Militer Tinggi yang dimintakan banding.
Selain itu, Pengadilan Militer Utama juga dapat memutus pada tingkat pertama dan terakhir semua sengketa tentang wewenang mengadili antar Pengadilan Militer yang berkedudukan di daerah hukum Pengadilan Militer Tinggi yang berlainan, antar Pengadilan Militer Tinggi, dan antara Pengadilan Militer Tinggi dengan Pengadilan Militer.
F. Peradilan Tata Usaha Negara.
Peradilan Tata Usaha Negara adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.
Peradilan Tata Usaha Negara meliputi:
1. Pengadilan Tata Usaha Negara
Pengadilan Tata Usaha Negara (biasa disingkat: PTUN) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Tata Usaha Negara berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.
Pengadilan Tata Usaha Negara dibentuk melalui Keputusan Presiden dengan daerah hukum meliputi wilayah Kota atau Kabupaten.
Susunan Pengadilan Tata Usaha Negara terdiri dari Pimpinan (Ketua PTUN dan Wakil Ketua PTUN), Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris.
1. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (biasa disingkat: PTTUN) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota Provinsi. Sebagai Pengadilan Tingkat Banding, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara di tingkat banding.
Selain itu, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara juga bertugas dan berwenang untuk memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Tata Usaha Negara di dalam daerah hukumnya.
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dibentuk melalui Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Provinsi. Susunan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara terdiri dari Pimpinan (Ketua PTTUN dan Wakil Ketua PTTUN), Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris.
Contoh peradilan umum diantaranya :
a. pengadilan anak (uu no. 3 tahun 1997)
b. pengadilan niaga (perpu no. 1 tahun 1989)
c. pengadilan ham (uu no. 26 tahun 2000)
d. pengadilan tpk (uu no. 31 tahun 1999 jo uu no. 20 tahun 2002)
e. pengadilan hubungan industrial (uu no. 2 tahun 2004)
f. mahkamah syariah nad (uu no. 18 tahun 2001)
g. pengadilan lalu lintas (uu no. 14 tahun 1992)
4. PENYELESAIAN SENGKETA DI LUAR PENGADILAN (PERDAMAIAN/MEDIASI SEBELUM DAN SESUDAH KE PENGADILAN).
Sumber hukum mengenai penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini dapat kita lihat dalam UU No.48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman.
Dalam persoalan gugat terdapat dua atau lebih pihak yang satu sama lain saling bersengketa. Dalam hal ini, dimungkinkan kedua belah pihak menyelesaikan sengketa dengan jalan damai di luar sidang sebelum perkara itu diajukan atau selama proses berlangsung. Dan apabila perdamaian yang dilakukan dalam hal perkara sedang berjalan itu berhasil, maka gugat akan dicabut.
Cara damai yang lainnya adalah selama perkara tersebut sedang diperiksa dan perdamaian dilakukan di depan hakim. Menurut ketentuan ayat 1 pasal 130 HIR hakim sebelum memeriksa perkara perdata harus berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak, dan dapat dilakukan sepanjang proses berjalan, dan daam taraf bandung oleh pengadilan tinggi.
Peranan hakim dalam usaha perdamaian tersebut sangat penting. Putusan perdamaian mempunyai pandangan yang baik sekali bagi masyarakat pada umumnya dan khususnya bagi para pencari keadilan. Beberapa keunggulan dari adanya perdamaian yaitu sengketa selesai sama sekali, penyelesaiannya cepat dan ongkosnya ringan, dan permusuhan antara kedua belah pihak menjadi berkurang.
Apabila hakim berhasil mendamaikan pihak yang bersengketa, maka akan dibuat akta perdamaian yang harus ditaati oleh para pihak. Akta perdamaian memiliki kekuatan hukum yang tetap. Apabila ada kewajiban yang harus dilaksanakan oleh salah satu pihak dan ternyata kewajiban itu dilanggar, maka akan dilakukan eksekusi secara biasa, yaitu dilakukan secara paksa.
Perdamaian bersifat mau sama mau dan merupakan persetujuan antara kedua belah pihak. Maka menurut ketentuan ayat 3 pasal 130 HIR bagi putusan perdamaian tidak ada pengajuan banding atau kasasi. Proses selesai sama sekali dan apabila suatu saat diajukan kembali permohonan yang sama oleh salah satu pihak, pengajuan itu tidak dapat diterima. Perdamaian di depan hakim banyak berhasil dalam perkara utang piutangdan perkara warisan.
Selain itu, ada perdamaian yang dilakukan oleh pihak-pihak di luar sidang. Perdamaian semacam ini hanya berkekuatan sebagai persetujuan kedua belah pihak belaka, yang apabila tidak ditaati oleh salah satu pihak masih harus diajukan melalui proses di pengadilan. Persoalannya hanya selesai untuk sementara dan sama sekali tidak dapat menjamin bahwa suatu ketika tidak akan timbul lagi dan mungkin lebih besar lagi masalahnya.
Dalam pasal 60 ayat (1) UU No. 48/2009 disebutkan bahwa Alternatif penyelesaian sengketa merupakan lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
Konsultasi pada prinsipnya adalah suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu (klien) dengan pihak lain (konsultan) yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut. Negosiasi adalah suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui proses peradilan dengan tujuan mencapai kesepakatn bersama atas dasar kerjasama yang harmonis dan kreatif.para pihak berhadapan langsung menyelesaikan permasalahan dengan cara kooperatif dan saling terbuka. Mediasi adalah upaya penyelesaian sengketa para pihak dengan kesepakatan bersama melalui mediator yang bersikap netral dan tidak membuat keputusan atau kesimpulan bagi para pihak tapi menunjang fasilitator atau terlaksananya dialog antar pihak dengan suasana keterbukaan, kejujuran dan tukar pendapat untuk tercapainya mufakat. Konsiliasi adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan.

5. SURAT KUASA
a. Pengertian Surat Kuasa
surat kuasa adalah surat yang berisi pelimpahan wewenang dari seseorang atau pejabat tertentu kepada seseorang atau pejabat lain. pelimpahan wewenang dapat mewakili pihak yang memberi wewenang.
b. Penggolongan :
 surat kuasa formal
 surat kuasa non-formal
c. Macam-Macam Surat Kuasa
 surat kuasa pengambilan dokumen kependudukan
 surat kuasa pengambilan gaji/pembayaran
 surat kuasa mencairkan uang
 surat kuasa penjualan
 surat kuasa pengambilan keputusan usaha
 surat kuasa pengambilan keputusan politik
d. Ciri-Ciri Surat Kuasa:
1. surat berisi pemberian kuasa/wewenang kepada seseorang untuk mengurus sesuatu kepentingan
2. bahasa yang digunakan singkat, lugas, efektif, dan tidak terbelit-belit
e. Bagian-Bagian Surat Kuasa :
 kepala surat
 nomor surat
 pemberi kuasa
 identitas pemberi kuasa
 penerima kuasa
 identitas penerima kuasa
 hal yang dikuasakan
 waktu pemberian kuasa
 tanda tangan penerima dam pemberi kuasa

DAFTAR PUSTAKA
Retno Wulan, S.H Dan Iskandar O, Sh. Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktek.
Suyud Margono, Adr (Alternative Dispute Resolution)
Undang-undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
Zoni Emerzon, Alternatif
http://www.badilag.Net
http://prabugomong.wordpress.com

Tinggalkan komentar

permohonan dan gugatan

PERMOHONAN DAN GUGATAN
1. Pengertian Gugatan Dan Permohonan
Disamping gugatan yang terdapat pihak penggugat dan tergugat, ada juga permohonan yang diajukan oleh seorang pemohon atau lebih secara bersama-sama. Perbedaan antara gugatan dan permohonan adalah dalam perkata gugatan ada sengketa atau konflik yanh harus diselesaikan dan diputus oleh pengadilan. Dalam suatu gugatan ada pihak yang merasa bahwa hak mereka telah dilanggar, akan tetapi pihak yang dirasa melanggar tidak mau secara sukarela melakukan sesuatu yang diminta. Dan untuk menentukan siapa yang benar dan berhak, diperlukan adanya suatu putusan hakim. Dalam hal ini hakim benar-benra berfungsi sebagai hakim yang mengadili dan memutus siap diantara pihak-pihak tersebut yang benar dan siapa yang salah.
Dalam permohonan tidak ada sengketa. Permohonan yang banyak diajukan di muka pengadilan negeri adalah mengenai permohonan pengangkatan anak angkat wali, pengampu, perbaikan akta catatan sipil, dan sebagainya.
Contoh permohonan adalah seseorang meninggal dunia dan segenap ahli warisnya secara bersama-sama menghadap ke muka pengadilan untuk mendapat suatu penetapan perihal bagian masing-masing dari warisan almarhum. Dalam hal ini hakim hanya sekedar member jasa-jasanya sebagai seorang tenaga tata usaha Negara. Hakim mengeluarkan penetapan atau lazimnya disebut putusan declaratoir, yaitu putusan yang bersifat menetapkan atau menerangkan saja. Dalam persoalan ini, hakim tidak memutuskan sesuatu konflik seperti halnya dalam perkara gugatan. (bandingkan dengan putusan MA tanggal 23 oktober 1957 No. 130 K/sip/1957.
2. Perihal Kekuasaan Mutlak Dan Kekuasaan Relative
Dalam hukum acara perdata dikenal dua macam kewenangan, diantaranya:
1. Wewenang mutlak atau absolute competentie
2. Wewenang relative atau relative competentie.
Wewenang mutlak adalah menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan, menyangkut pemberian kekuasaan untuk mengadili. Seperti pembagian wewenang antara peradilan negeri dan peradilan agama dalam hal perceraian antara orang yang beragama islam. Sedangkan wewenang relative mengatur pembagian kekuasaan mengadili antara pengadilan yang serupa, tergantung dari tempat tinggal tergugat. Dalam pasal 118 H.I.R disebutkan bahwa asasnya adalah :yang berwenang adalah pengadilan negeri tempat tinggal tergugat”. Atau disebut asas “Actor Sequitur Forum Rei”.
Di dalam pasal 17 BW disebutkan perbedaan antara tempat tinggal dan tempat kediaman yang terdapat dalam 118 ayat (1) H.I.R, bahwa tempat tinggal adalah di mana seorang berdiam dan tercatat sebagai penduduk. Sedangkan tempat kediaman adalah dimana seseorang berdiam, mungkin di rumah peristirahatannya seperti di puncak. Apabila seseorang pindah tanpa meninggalkan alamat barunya, dan tempat tinggalnya atau tempat kediamannya tidak diketahui, maka ia digugat pada pengadilan negeri tempat tinggalnya yang terakhir.
Asas Actor Sequitur Forum Rei terdapat pengecualian dalam pasal 118 H.I.R, yakni :
1. Gugat diajukan ke pengadilan negeri tempat kediaman tergugat, apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui.
2. Apabila tergugat lebih dari seorang, gugat diajukan pada tempat tinggal salah seorang tergugat, terserah penggugat.
3. Apabila ada dua orang tergugat yaitu tergugat dan turut tergugat berbeda, maka gugatan harus diajukan di tempat tinggal tergugat.
4. Apabila tempat tinggal dan kediaman tergugat tidak diketahui, maka diajukan di tempat tinggal penggugat atau salah saorang penggugat.
5. Dalam ad 4 tadi, apabila gugatan adalah mengenai barang tetap, dapat juga diajukan di mana barang tetap itu terletak.
6. Apabila ada tempat tinggal yang dipilih dengan suatu akta, gugat diajukan di tempat tinggal yang dipilih dalam akta tersebut.
Pengecualian yang terdapat dalam BW, RV, dan UU Perkawinan antara lain :
1. Apabila tergugat tidak cakap untuk menghadap muka pengadilan, gugat diajukan kepada ketua pengadilan negeri tempat tinggal orang tua, wali, atau curatornya (pasal 21 BW).
2. Yang menyangkut pegawai negeri, yang berhak mengadilinya adalah PN didaerah mana ia bekerja (pasal 29 BW)
3. Buruh yang menginap di tempat majikannya, maka yang berwenang mengadilinya adalah PN tempat tinggal majikan (pasal 22 BW).
4. Hal kepailitan, yang berwenang yaitu PN yang menyatakan tergugat pailit (pasal 99 (15) RV).
5. Tentang penjaminan (vrijwaring) yang berwenang adalah PN yang pertama di mana pemeriksaan dilakukan (pasal 99 ayat 14 RV).
6. Menyagkut permohonan permbatalan perkawinan, diajukan kepada PN dalam daerah hukum di mana perkawinan dilangsungkan atau di tempat tinggal kedua suami-isteri, suami atau isteri (pasal 25 Juncties pasal 63 (1) b UU No.1 tahun 1974, pasal 38 (1) dan (2) PP No.9 tahun 1975).
7. Gugatan perceraian dapat diajukan kepada PN di tempat kediaman penggugat. Apabila tergugat berada di luar negeri dan ketua PN menyampaikan permohonan tersebut kepada tergugat melalui perwakilan RI setempat (pasal 40 Jis pasal 63 (1) b UU perkawinan, pasal 20 (2) dan (3) PP No.9 tahun 1975).
Menurut pasal 207 BW gugat perceraian diajukan kepada PN tempat tinggal suami. Namun, apabila suami meninggalkan tempat tinggal dengan maksud jahat, gugat diajukan pada PN tempat kediaman si isteri yang sebenarnya.
3. Perihal Gugat Lisan Dan Tertulis
Menurut pasa 118 HIR gugat harus diajukan dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh penggugat atau wakilnya, yang disebut surat gugat atau surat gugatan. Dan untuk orang yang buta huruf dibuka kemungkinan untuk mengajukan gugatan secara lisan kepada ketua PN yang berwenang untuk mengadili perkara itu. Menurut yurisprudensi surat gugat yang bercap jempol harus dilegalisasi terlebih dahulu. Apabila tidak dilegalisasi maka surat itu akan dikembalikan untuk dilegalisasi kemudian.
4. Perihal Para Pihak Yang Berperkara, Perwakilan Orang, Badan Hukum Dan Negara
Pada asasnya setiap orang boleh berpekara di depan pengadilan, namun ada pengecualiannya yaitu mereka yang belum dewasa dan orang yang sakit ingatan. Mereka diwakili oleh orang tu atau walinya dan oleh pengampunya.
PT yaitu suatu badan hukum, dapat menjadi pihak dalam perkara. Yang bertindak untuk dan atas nama badan hukum tersebut berdasarkan anggaran dasarnya adalah direktur PT tersebut. Apabila Negara yang digugat, maka gugatan diajukan kepada pemerintah RI, mewakili Negara republic Indonesia.
Dalam mengajukan gugatan harus diperhatikan dengan baik, bahwa yang diberi kuasa dan tergugat harus benar-benar orang yang dapat mewakili pihak yang bersangkutan. Jika tidak, maka akan berakibat fatal bagi penggugat, gugat akan dinyatakan tidak dapt diterima.
Seseorang yang mewakili salah satu pihak yang berperkaran harus merupakan wakil yang sah. Mengenai surat kuasa khusus, yaitu surat kuasa yang diharuskan dipakai dalam persidangan di pengadilan negeri, dapat dibuat dengan akta di bawah tangan atau dengan akta otentik dihadapan notaries. Surat kuasa dapat dilimpahkan kepada orang lain apabila pemberian kuasanya disertai hak untuk dilimpahkan. Dalam praktek, surat kuasa yang dilimpahkan pada bagian akhirnya memuat kalimat “surat kuasa ini di berikan dengan hak substitusi”. Perkataan substitusi artinya menggantikan, jadi menggantikan orang yang semula diberi kuasa.
Pemberian kuasa dapat juga dilakukan dengan lisan di muka persidangan. Apabila pemberian kuasa tersebut bermaksud pula untuk dapat dilimpahkan atau untuk mengajukan gugat balasan. Juga apabila pemberian kuasa meliputi juga pemberian kuasa untuk seandainya diperlukan mengajukan permohonan banding atau kasasi. Maka mengenai hal itu harus secara tegas dikatakan sewaktu pemberian kuasa lisan tersebut. Pemberian kuasa tersebut dengan lengkap harus dimuat dalam berita acara pemeriksaan sidang. Apabila dikemudian hari diajukan permohonan banding atau kasasi oleh kuasa tersebut tidak diperlukan surat kuasa khusus lagi.

Sumber : Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktek ( Retnowulan Sutanto, SH Dan Iskandar OA, SH.)

Tinggalkan komentar

macam-macam darah dari rahim perempuan

ppt darah yang keluar dari rahim perempuan

Tinggalkan komentar

my friend

Tinggalkan komentar

my family

Tinggalkan komentar

pengumuman jadwal akademik fh unpad 2012

jadwal akdemik fh unpad semester genap 2011-2012

Tinggalkan komentar

hukum agraria rangkuman kuliah

hukum agraria

Tinggalkan komentar

good governance

KEPEMIMPINAN YANG BAIK, MORAL YANG MENDUKUNG DAN KEPERCAYAAN DARI MASYARAKAT SEBAGAI PRASYARAT TERWUJUDNYA GOOD GOVERNANCE DI INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN DAN PERMASALAHAN
Good Governance berkaitan erat dengan tata pemerintahan yang baik bertalian dengan pelaksanaan fungsi administrasi Negara. Adminitrasi Negara yang dapat diartikan sebagai badan/jabatan dalam lapangan kekuasaan eksekutif yang mempunyai kekuasaan mendiri berdasarkan hukum untuk melakukan tindakan-tindakan pemerintahan baik di lapangan pengaturan, maupun penyelenggaraan administrasi Negara. Atau dengan kata lain adminitrasi Negara merupakan bangunan yang berisikan kebiasaan, etika, dan moral serta sistem budaya dan sistem perilaku.
Untuk itu, pelaksanaan pemerintahan yang mendukung tercapainya Good Governance itu berkaitan erat dengan kepemimpinan yang baik dan sistem budaya/moral serta kepercayaan dari masyarakat. Bagaimana pelaksanaan ketiga faktor diatas? Apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan? Kemudian mengapa ketiga faktor diatas menjadi penting dalam pencapaian good governance dalam suatu Negara?
Harus diakui, administrasi negara sebagai penyelenggara fungsi pemerintahan (eksekutif), selain memiliki konsentrasi kekuasaan yang makin besar, juga bersentuhan langsung dengan rakyat. Tindakan-tindakan penertiban, perizinan, dan berbagai pelayanan merupakan pekerjaan administrasi negara yang langsung berhubungan dengan rakyat. Setiap bentuk penyalahgunaan kekuasaan atau cara-cara bertindak yang tidak memenuhi syarat-syarat penyelenggaraan administrasi negara yang baik akan langsung dirasakan sebagai perbuatan sewenang-wenang atau merugikan orang tertentu atau orang banyak. Karena itu betapa penting pelaksanaan asas-asas diatas untuk mencegah dan menghindarkan rakyat dari segala tindakan administrasi negara yang dapat merugikan rakyat atau menindas.
Apabila dilihat dari sejarah bangsa Indonesia, dari dulu Indonesia sudah memiliki cita-cita dan sudah tentu telah berusaha untuk memperjuangkan adanya Good Governance. Namun pada masa orde baru terjadi permasalahan berupa pemusatan kekuasaan pada presiden yang dibuktikan dengan lamanya masa kekuasaan presiden yang tidak terbatas kemudian partisipasi masyarakat pada saat itu sangat tertutup dalam melakukan control sosial terhadap pemerintah. Dibuktikan dengan adanya UU subversive ditujukan untuk masyarakat yang kontra pada pemerintah. Hal ini jelas-jelas bertentangan dengan hak asasi manusia yaitu kebebasan untuk mengemukakan pendapat.
Permasalahan selanjutnya adalah mengenai istilah public administration yang selalu diterjemahkan dengan administrasi Negara. Akibat dari terjemahan seperti itu, selama beberapa decade di Indonesia, orientasi administrasi Negara adalah bagaimana pelayanan kepada Negara, padahal yang seharusnya adalah bagaimana pelayanan Negara kepada masyarakat. Karena pada hakikatnya yang berkuasa di dalam Negara demokrasi itu rakyat.

BAB II
TEORI DAN PEMBAHASAN
Dari segi ekonomi, pengertian mengenai Good Governance dikemukakan World Bank. Menurut World Bank, Good Governance adalah penyelanggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, menghindari salah alokasi dana investasi, mencegah korupsi baik secara politik maupun administrative, menjalankan disiplin anggaran serta menciptakan kerangka hukum dan politik bagi timbulnya aktivitas kewiraswastaan.
Karakteristik Good Governance secara keseluruhan adalah sebagai berikut: Participant. Peran serta masyarakat dalam pengambilan keputusan untuk memformulasikan kebijakan public. Masyarakat berperan aktif dalam penyelenggaraan Negara, bukan hanya menerima segala keputusan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Baik secara individu maupun kelompok, masyarakat dapat mengajukan rekomendasi disertai rasionalisasi atas suatu kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah. Rule of law. Kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu. Kerangka hukum yang jelas dan tidak berpihak pada siapa pun dapat terlaksana apabila komitmen yang solid antara masyarakat, aparat penegak hukum, dan pengadilan. Transparancy. Informasi public harus terbuka dan mudah diperoleh serta dipahami oleh masyarakat. Transparansi kepada masyarakat terkait segala penyelenggara Negara (kecuali hal-hal yang bersifat rahasia Negara) akan menambah kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Selain itu akan memperkecil adanya kecurangan yang dilakukan oleh pejabat. Responsiveness. Entitas public harus mampu melayani semua stakeholder-nya. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat, sehingga kebijakan tersebut selayaknya tidak berpihak pada golongan tertentu, tetapi kepada seluruh masyarakat. Concensus orientation. Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas dalam hal kebijakan-kabijakan maupun prosedur-prosedur. Equality. Semua warga Negara tidak terkecuali mempunnyai kesempatan untuk meningkatkan dan menjaga kesejahteraan mereka. Negara harus memberikan jaminan kepada warga Negara bahwa semua warga Negara mempunyai hak yang sama dan dapat meningkatkan taraf hidupnya sesuai dengan keterampilan yang ia miliki asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang. Effectiveness and efficiency. Entitas publik harus mampu menghasilkan produk sesuai dengan kemampuan mereka dengan menggunakan sumber daya yang tersedia sebaik mungkin. Pemanfaatan yang optimal atas sumber daya alam dan sumber daya manusia dapat mendukung pertumbuhan ekonomi. Accountability. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta, dan masyarakat bertanggungjawab kepada public dan stakeholder lainnya.
Apabila memperhatikan kondisi pelaksanaan pemerintahan di Indonesia saat ini, agar governance di Negara kita lebih baik, maka harus memperhatikan beberapa aspek yang merupakan prasyarat tercapainya good governance. Salah satu diantaranya adalah aspek kepemimpinan baru. Hal ini menunjukkan bahwa faktor kepemimpinan itu merupakan faktor penentu kesuksesan. Dalam hal ini kepemimpinan baru yang dimaksudkan adalah kepemimpinan yang lebih baik yang mempunyai koordinasi kerja yang sehat antar intansi pemerintah yang akan mendorong terciptanya mekanisme interaksi dan partisipasi yang lebih baik.
Indonesia di tengah dinamika perkembangan global baik di dunia nasional maupun internasional saat ini menghadapi berbagai tantangan yang membutuhkan perhatian serius semua pihak. Good Governance merupakan bagian dari paradigma baru yang berkembang dan memberikan nuansa yang cukup mewarnai terutama pasca krisis multi dimensi seiring dengan tuntutan era reformasi. Situasi dan kondisi ini menuntut adanya kepemimpinan nasional masa depan, yang diharapkan mampu menjawab tantangan bangsa Indonesia mendatang.
Hal ini dimaksudkan agar para pemimpin bangsa masa yang akan datang jelasnya para pemuda, terutama mahasiswa yang menjadi perpanjangan aspirasi rakyat yang sangat dibutuhkan agar aspirasi dan kebutuhan rakyat itu bisa tersampaikan ke badan pemerintahan sehingga apa yang menjadi kebijakan mereka itu bisa sesuai dengan apa yang diharapkan oleh seluruh masyarakat dan tidak ada kesenjangan dalam penggunaan kekuasaan. Hal itu dimaksudkan agar pemerintah sebagai badan yang dipercaya dan diberi kepercayaan untuk memegang amanah dari rakyat, dengan kata lain pemerintah itu berfungsi sebagai wakil rakyat, bisa menggunakan kekuasaan dan kewenangan mereka dengan sebaik-baiknya. Tidak ada kepentingan individu atau kepentingan kelompok, yang diutamakan hanyalah kepentingan publik/kepentingan umum/kepentingan masyarakat.
Perkembangan situasi nasional di Indonesia yang menjadi tantangan bagi setiap warga masyarakat terutama pemerintahan untuk tercapainya Good Governance ditandai dengan adanya permasalahan yang semakin kompleks, perubahan yang sedemikian cepat (regulasi, kebijakan, dan aksi-reaksi masyarakat) dan adanya ketidakpastian yang relative tinggi yang terjadi karena pada tahun-tahun terkahir ini bencana alam silih berganti yang sangat merugikan negara kita baik kerugian dari segi material maupun formal, situasi ekonomi yang tak mudah diprediksi, dapat kita lihat, kesenjangan perekonomian di negara kita ini sangat terlihat jelas, dengan berlimpahnya kekayaan alam tidak membuat Indonesia bisa menjadi Negara yang memiliki perekonomian yang tinggi, dengan berlimpahnya kekayaan alam tidak membuat masyarakat Indonesia makmur, dengan berlimpahnya kekayaan alam tidak membuat indonesia memiliki pertahanan yang kuat. system perekonomian yang harusnya bersumberkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila yang berdasarkan pada asas musyawarah mufakat atau dengan kata lain bersistemkan system koperasi dewasa ini lebih cenderung pada sistim perekonomian liberalism kapitalisme yang membuat kesenjangan semakin meninggi dengan dibuktikan banyaknya orang yang sangat kaya di Indonesia, namun hal itu dibuktikan pula dengan semakin banyaknya orang-orang miskin di Negara kita. Semakin tingginya atap-atap gedung kantoran, semakin banyak pula rumah-rumah kumuh disekitarnya. Kemudian, keadaan yang semakin rumit itu ditandai dengan adanya perkembangan politik yang tidak jelas.
Selain itu, moral dan budaya juga sangat dibutuhkan dalam pencapaian Good Governance dalam suatu Negara. Moral dan budaya yang mendukung Good Governance adalah moral dan budaya yang tidak mentolelir berbagai bentuk korupsi dan penyalahgunaan jabatan, keberpihakan kepada yang lemah/miskin, sensitivitas atas kesetaraan gender, kesadaran akan pentingnya peran masyarakat dalam pengambilan keputusan public, serta adanya kepercayaan dan toleransi.
Dalam pernyataan di atas, kita garis bawahi kalimat moral dan budaya yang tidak mentolelir berbagai bentuk korupsi. Kita dapat lihat contohnya dinegara kita sendiri, Indonesia, Negara yang disebut sebagai Negara terkorup asia pasifik dan Negara terkorup keempat di dunia. Peringkat itu merupakan peringkat yang sangat menakjubkan, walaupun sangat memalukan. Bagaimanakah hal itu bisa terjadi? Apakah itu terjadi karena moral dan budaya kita tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh Negara Good Governance? Jika kita perhatikan lebih jauh, korupsi yang terjadi di Negara kita tidak hanya terjadi di pemerintah pusat saja, bahkan korupsi itu juga terjadi di pemerintah-pemerintah daerah termasuk juga desa. Bila melihat kenyataan seperti itu, pantas saja Indonesia disebut sebagai Negara terkorup karena ternyata korupsi itu telah mendarah daging dan berakar di tubuh pemerintah kita.
Kemudian bagaimana cara kita mengatasinya? Apakah akan kita biarkan begitu saja? Tentu tidak semudah itu kita membiarkan begitu saja permasalahan tersebut di atas. Dalam hal ini diperlukan adanya tindakan yang tegas dari para penyelenggara Negara serta koordinasi yang baik diantara mereka demi terwujudnya pemerintahan Negara yang bersih dan sesuai dengan apa yang telah dicita-citakan sejak masa reformasi, yaitu tercapainya Good Governance.
Good Governance tidak akan terwujud tanpa adanya rasa saling percaya. Dalam hal ini warga memperoleh peluang untuk memantau mereka yang berkuasa akibat diberikannya kepercayaan public. Kepercayaan adalah prasyarat atau generic building block untuk membangun timbangan kolektif diantara masyarakat dan juga prasyarat untuk membangun prasyarat partnership yang baik.
Kepercayaan masyarakat merupakan faktor terpenting tercapainya Good Governance. Selain itu, kepercayaan masyarakat merupakan faktor terpenting tetap terjaminnya keutuhan suatu Negara. Apabila suatu pemerintahan sudah tidak memiliki kepercayaan dari masyarakatnya, maka akan ada reaksi dari masyarakat untuk menjatuhkan pemerintahnya sendiri atau memisahkan dari pemerintah. Contohnya seperti yang terjadi di Papua. Pada Jum’at 25 Nopember 2011 dalam acara jumpa pers di Kantor Kontras yang bertempat di Jakarta, seorang warga Papua yang bernama Dorus Wakum mengemukakan bahwa Papua akan benar-benar memisahkan diri dari Negara Indonesia, apabila pemerintah masih bersikap tidak peduli pada nasib warga Papua yang sedang mengalami krisis kemanusiaan. Hal itu terjadi karena rasa ketidakpercayaan masyarakat Papua terhadap pemerintah Indonesia yang tidak bisa menyelesaikan konflik yang sudah terjadi selama kurang lebih 46 tahun di daerah mereka.
Jadi kita dapat mengambil kesimpulan bahwa erosi kepercayaan, baik di dalam pemerintah, antara individu maupun kelompok masyarakat dan antara masyarakat dengan pemerintah, adalah ancaman bagi terselenggaranya Good Governance.
BAB III
KESIMPULAN
Faktor terpenting terwujudnya good governance adalah dengan kita memahami bagaimana sebenarnya sebuah Negara yang telah mencapai good governance. Salah satunya adalah dengan mempelajari karakteristik good governance, yang meliputi Participant, rule of law, transparancy, responsiveness, consensus orientation, equality, Effectiveness and efficiency, dan Accountability. Selain itu, untuk tercapainya good governance diperlukan adanya prasyarat-prasyarat yang harus dipenuhi, diantaranya adalah kepemimpinan baru, moral dan budaya yang mendukung good governance, yaitu moral dan budaya yang tidak mentolelir berbagai bentuk korupsi dan penyalahgunaan jabatan, keberpihakan kepada yang lemah/miskin, sensitivitas atas kesetaraan gender, kesadaran akan pentingnya peran masyarakat dalam pengambilan keputusan public, serta adanya kepercayaan dan toleransi. Dan yang terakhir adalah kepercayaan yang berasal dari masyarakat pada pemerintah yang akan memperkuat ketahanan dan keutuhan Negara.
Sebagian besar permasalahan yang terjadi di Indonesia saat ini yang menjadi batu penghalang terwujudnya good governance adalah kurangnya kepercayaan masyarakat pada pemerintah. Contohnya seperti yang terjadi di Papua.
jadi, diperlukan adanya usaha yang maksimal dari pemerintah untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat. Salah satu diantaranya adalah dengan memperbaiki sistem pelaksanaan administrasi pemerintahan, atau dengan memperbaiki jalinan komunikasi baik diantara masyarakat dengan pemerintah ataupun diantara pemerintah sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Bagir, Manan. 2005. Manyongsong Fajar Otonomi Daerah. Yogyakarta : PSH FH UII.
Hetifah Sj. Sumarto. 2009. Inovasi, Partisipasi, dan Good Governance (20 Prakarsa Inovatif Dan Partisipatif Di Indonesia). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Jazim Hamidi Dan Mustafa Lutfi. 2010. Civic Education (Antara Realitas Politik Dan Implementasi Hukumnya). Jakarta : PT Gramedia.
Tribunnews.com. Sabtu, 26 November 2011 15:11 WIB.